Thursday, 24 December 2015

CERPEN SEDERHANA

SINGKAT
Karya Winda Diana Putri

ayo cepat!” ucap Dilla yang sudah mulai tersengal nafasnya.
“sebentar buku ini harus kita bawa.” Jawabku mengambil sebuah buku yang mulai ku masukkan kedalam tas.
Aku berlari cepat meyusul Dilla. Dilla pun menarik lengan kanan ku. Kami berdua berlari menuju persimpangan. Menungggu kendaraan umum yang akan segera datang seperti biasanya.
ayo duduk di sini.” Ucap Dilla yang kemudian menyandarkan tubuhnya pada dinding warung yang berada tepat di tempat kami menunggu. Semilir angin menyapu tubuh putih Dilla. Rambutnya yang lurus panjang menari sayu di mataku karena semilir angin. Aku diam dan melihat kearah Dilla, ku lihat sekitar sudah semakin sepi.
“Dilla, sudah sepi apa kita tak jadi pulang?”
“sabar sebentar lagi juga aka nada kendaraan umum.”
“tapi ini sudah pukul lima sore, Oplet pun mungkin sudah sepi.” Ucap ku takut karena melihat hari yang semakin sore.
“Sudah tenang saja. Lebih baik kau duduk, akan ku belikan segelas air.”
“Bagaimana aku bisa tenang! Tadi kamu yang mengajak ku untuk bergegas, tapi sekarang apa?” ucap ku kesal dan meninggalkan Dilla.
Dilla mulai berjalan di sampingku dan sesekali melihat kearahku. Aku hanya diam dan memandang lurus. Sesekali Dilla mengajakku berbincang, tapi ku hanya diam dan terus berjalan.

***
Pagi ini sang surya masih ragu untuk memunculkan sinarnya, mataku yang masih terkulai lemas pun perlahan-lahan bangkit. Aku berjalan keluar  kamar dan menuju kamar mandi. Sesekali kulihat ke arah luar rumah, daun-daun yang masih terbungkus embun pun masih tertidur lelap.
Aku menyelasaikan aktifitas pagi ku dan segera berangkat menuju ke sekolah ku. Seragam rapi dengan menggunakan sepatu hitam polos telah kukenakan.
“Winda… winda… !!” ucap Dilla yang telah menunggu di halaman rumah.
“Iya, aku berangkat dulu ya.” Ucap ku kepada ayah dan ibuku.
Aku dan Dilla pun telah berjalan meninggalkan rumah, tapi kali ini Dilla agak aneh, tubuhnya pucat. Sesekali ingin kugerakkan bibir ku untuk berbincang tapi suaraku ragu untuk memulai.
“Winda!” lamunanku terpecah saat Dilla memukul pundakku. Aku langsung melihat kearah Dilla dan Dilla tertawa. “Ayolah cepat sebelum kita terlambat, apa kamu ingin di hukum lagi?” tambah Dilla.
Dari kejauhan kami telah mendengar suara riuh dari sekolah kami. Dilla tertawa dan berkata lantang “Inilah SMP N 4, tempat para hewan di budidayakan.” Ucap Dilla terbahak-bahak. Aku pun ikut tersenyum sesembari mengeluarkan gelak tawa saat bersamanya.
“Nanti sepertinya kita akan pulang terlambat lagi.”
“kenapa?” tanyaku
“Apa tugas kita sudah selesai?”
“hahaha… aku lupa. Tapi bukunya?”
“Ada apa? Bukankah kau telah memasukkan buku Kumpulan Puisi itu ke tas punggungmu?”
“Iya sudah, tapi aku lupa membawanya”
“Baiklah nanti kita pulang kerumahmu dan mengambil buku itu.”
Pelajaran sekolah pun usai, aku segera duduk siap setelah ketua kelas menyiapkan kami semua. Dengan penampilan yang tidak serapi tadi pagi aku melangkah menyambut tangan Ibu Guru untuk memberikan salam kepadanya. Dilla yang menyusul dibelakangku turut memberikan salamnya kepada Guru kami.
Dilla menarik tas punggungku yang memberikan isyarat bahwasanya dia ingin melangkah serempak denganku. Aku melihat kerah nya, Dilla mengajakku berhenti sejenak untuk sekedar minuman dingin di pinggir jalan. Di warung sederhana itu kami berdua duduk sejenak, sembari menyeruput air dari minuman yang telah kami beli.
Dilla ayo lah kita harus bergegas.” Ajakku pada Dilla, Dilla membuang minumannya kea rah selokan dan langsung menyusulku berjalan. Kami berdua berjalan kaki menuju rumahku, kaki kecil kami terus berjalan menyusuri rerumputan yang bergoyang. Tak kala kami bersenda gurau memainkan ilalang di pelatarn perjalanan. Tawa kecil menghiasi perjalanan kami.
Sesampai nya dirumahku, dengan masih  berpakaian seragam dan tas punggung lengkap yang masih kukenakan aku bergegas dan mengambil buku Kumpulan Puisi. Tak lupa aku mengambil dua buah roti dan dua botol air, dengan niat sebagai bekal untuk ku gunakan di perjalanan untuk mengerjakan tugas kelompok itu.
“Kaki ku sudah cukup lelah untuk berjalan.” Ucap Dilla setengah merengek padaku.
“Baiklah kita akan menumpangi kendaraan umum.” Jawabku.
Kami pun segera menunggu di persimpangan tempat biasa kami menunggu kendaraan umum. Dilla segera duduk menunggu di bawah pohon rindang dan langsung bersandar di tubuh kokoh pohon beringin itu.aku duduk di sebelahnya sembari melihat kearah jalan memastikan  kami dapat langsung cepat menemuka kendaraan umum itu.
Dari arah tak jauh kami melihatsebuah kendaraan umum yang berjalan lambat dan mulai menghampiri kami. Dengan segera Aku dan Dilla menaiki kendaraan yang sering kita kenal dengan Oplet itu. Kami duduk bersebelahan dan sesekali membicarakan tugas kelompok kami. Sesampainya diterminal kami berdua segera turun dan mecari salah satu tempat perentalan komputer.
Tanpa canggung kami berdua memasuki tempat perentalan itu, kami mencari tempat dan segera mengerjakan tugas itu.
“Ini ketik tugasnya!” Perintahku pada Dilla.
“Aku tidak mau, lagi pula aku tidak bisa mengetik dengan sepuluh jari.”
“Aku juga begitu, dan juga saat orang-orang mengetik dengan jari berlari aku dengan jari merangkak.” Ucap ku.
Ayo lah, apakah tidak cara yang lebih mudah?” ucap Dilla
Dengan baju seragam yang tanpa sengaja telah kukeluarkan, Aku berjalan menuju orang yang telah kupastikan sebagai pemilik perentalan computer itu. Dengan memberanikan diri aku mencoba bertanya.
“Bang, bisa tolong ketikin naskah tugas kami berdua?” ucapku.
“Bisa dek.”
Wajah ku kini mulai merah merona karena perasaan senang yang terukir indah di dalam benakku. Aku bergegas memanggil Dilla, dan menarik lengan baju nya. Dilla melihat kearahku dan mengikuti langkah kakiku. Aku berdiri tepat di belakang pegawai rental komputer itu.
Selang beberapa jam akhirnya naskah tugas kami selesai juga. Aku melihat kearah Dilla dan tersenyum kearahnya, Dilla pun turut tersenyum, kami berdua membereskan pembayaran dan langsung ingin menuju kerumah. Karena hari sudah semakin sore, jadi kami bergegas.
“Besok jangan lupa membawa tugas ini.” Ucap Dilla sembari menarik tas punggungku di dalam perjalanan.
“Siap sobat.” Jawabku tersenyum
Akhirnya aku pun telah tiba dirumah dan segera istirahat. Untuk meniapkan hari esok.

***

Pagi ini aku melangkah dengan pasti ke sekolah walaupun tidak bersama Dilla karena dia di anatar oleh Ayahnya, tetapi aku sangat siap pergi sekolah. Dengan seragam lengkap dan memakai baju hangat polos bewarna putih aku menuju sekolah. Wajahku yang berseri-seri tak bisa kupungkuri lagi.
Setibanya di sekolah aku langsung menghampiri Dilla dan memberikan naskah tugas kami padanya. Jam pelajaran B. Indonesia pun di mulai. Aku agak tegang dan pucat, tetapi terus tetap tenang. Aku dan Dilla berjalan ke depan kelas dan mempresentasikan hasil kerja kami berdua.
Tubuhku gemetar saat Dilla mulai menggerakkan bibirnya, aku mencoba tetap tenang dan melihat kearah bawah. Dan sesekali melihat kearah teman-teman ku. Hingga akhirnya Dilla selesai membacakan naskah tugas kami berdua di depan kelas. Teman-teman dan guruku pun ikut memberikan perhatian positif kepada kami berdua. Aku menuju tempat duduk ku ang berada pada urutan nomor tiga di sebelah pojok dinding.
“Apakah presentasi kita akan menghasilkan nilai yang bagus?” tanyaku pada Dilla.
“Sudah tenang saja, kita kan sudah berusaha.” Tuntas Dilla. Aku mengangguk iya pada Dilla.
Akhirnya kami hampir sampai pada akhir jam pelajaran. Guruku telah siap untuk memberitahukan nilai para siswa-siswi nya. Aku duduk terdiam dalam hati tersirat rasa penasaran. Guruku mulai bangkit dari tempat duduknya, aku menelan ludah dan terdiam.
“Jadi hasil tertinggi pada presentasi tugas kali ini adalah Winda dan Dilla.” Ucap guruku. Aku masih terdiam dan tidak berkata apa-apa. Hingga Dilla mengerakkan tubuhku, dan aku langsung berteriak kegirangan. Dan kemudian tertawa puas dengan hasil yang telah ku dapatkan bersama Dilla.





*SEKIAN*

No comments:

Post a Comment