SINGKAT
Karya Winda Diana Putri
“ayo cepat!” ucap Dilla yang sudah mulai tersengal
nafasnya.
“sebentar
buku ini harus kita bawa.” Jawabku mengambil sebuah buku yang mulai ku masukkan
kedalam tas.
Aku
berlari cepat meyusul Dilla. Dilla pun menarik lengan kanan ku. Kami berdua
berlari menuju persimpangan. Menungggu kendaraan umum yang akan segera datang
seperti biasanya.
“ayo duduk di sini.” Ucap Dilla
yang kemudian menyandarkan tubuhnya pada dinding warung yang berada tepat di
tempat kami menunggu. Semilir angin menyapu tubuh putih Dilla. Rambutnya yang
lurus panjang menari sayu di mataku karena semilir angin. Aku diam dan melihat
kearah Dilla, ku lihat sekitar sudah semakin sepi.
“Dilla,
sudah sepi apa kita tak jadi pulang?”
“sabar
sebentar lagi juga aka nada kendaraan umum.”
“tapi
ini sudah pukul lima sore, Oplet pun mungkin sudah sepi.” Ucap ku takut karena
melihat hari yang semakin sore.
“Sudah
tenang saja. Lebih baik kau duduk, akan ku belikan segelas air.”
“Bagaimana
aku bisa tenang! Tadi kamu yang mengajak ku untuk bergegas, tapi sekarang apa?”
ucap ku kesal dan meninggalkan Dilla.
Dilla
mulai berjalan di sampingku dan sesekali melihat kearahku. Aku hanya diam dan
memandang lurus. Sesekali
Dilla mengajakku berbincang, tapi
ku hanya diam dan terus berjalan.
***
Pagi
ini sang surya masih ragu untuk memunculkan sinarnya, mataku yang masih
terkulai lemas pun perlahan-lahan bangkit. Aku berjalan keluar kamar dan menuju kamar mandi. Sesekali
kulihat ke arah luar rumah, daun-daun yang masih terbungkus embun pun masih
tertidur lelap.
Aku
menyelasaikan aktifitas pagi ku dan segera berangkat menuju ke sekolah ku.
Seragam rapi dengan menggunakan sepatu hitam polos telah kukenakan.
“Winda…
winda… !!” ucap Dilla yang telah menunggu di halaman rumah.
“Iya,
aku berangkat dulu ya.” Ucap ku kepada ayah dan ibuku.
Aku
dan Dilla pun telah berjalan meninggalkan rumah, tapi kali ini Dilla agak aneh,
tubuhnya pucat. Sesekali ingin kugerakkan bibir ku untuk berbincang tapi
suaraku ragu untuk memulai.
“Winda!”
lamunanku terpecah saat Dilla memukul pundakku. Aku langsung melihat kearah
Dilla dan Dilla tertawa. “Ayolah cepat sebelum kita terlambat, apa kamu ingin
di hukum lagi?” tambah Dilla.
Dari
kejauhan kami telah mendengar suara riuh dari sekolah kami. Dilla tertawa dan
berkata lantang “Inilah SMP N 4, tempat para hewan di budidayakan.” Ucap Dilla
terbahak-bahak. Aku pun ikut tersenyum sesembari mengeluarkan gelak tawa saat
bersamanya.
“Nanti
sepertinya kita akan pulang terlambat lagi.”
“kenapa?”
tanyaku
“Apa
tugas kita sudah selesai?”
“hahaha…
aku lupa. Tapi bukunya?”
“Ada
apa? Bukankah kau telah memasukkan buku Kumpulan Puisi
itu ke tas punggungmu?”
“Iya
sudah, tapi aku lupa membawanya”
“Baiklah
nanti kita pulang kerumahmu dan mengambil buku itu.”
Pelajaran
sekolah pun usai, aku segera duduk siap setelah ketua kelas menyiapkan kami
semua. Dengan penampilan yang tidak serapi tadi pagi aku melangkah menyambut
tangan Ibu Guru untuk
memberikan salam kepadanya. Dilla yang menyusul
dibelakangku turut memberikan salamnya kepada Guru kami.
Dilla
menarik tas punggungku yang memberikan isyarat bahwasanya dia ingin melangkah
serempak denganku. Aku melihat kerah nya, Dilla mengajakku berhenti sejenak
untuk sekedar minuman dingin di pinggir jalan. Di
warung sederhana itu kami berdua duduk sejenak, sembari menyeruput air dari
minuman yang telah kami beli.
“Dilla ayo
lah kita harus bergegas.” Ajakku pada Dilla, Dilla membuang minumannya kea rah
selokan dan langsung menyusulku berjalan. Kami berdua berjalan kaki menuju
rumahku, kaki kecil kami terus berjalan menyusuri rerumputan yang bergoyang.
Tak kala kami bersenda gurau memainkan ilalang di pelatarn perjalanan. Tawa
kecil menghiasi perjalanan kami.
Sesampai
nya dirumahku, dengan masih berpakaian
seragam dan tas punggung lengkap yang masih kukenakan aku bergegas dan
mengambil buku Kumpulan
Puisi . Tak lupa aku mengambil dua
buah roti dan dua botol air, dengan niat sebagai bekal untuk ku gunakan di
perjalanan untuk mengerjakan tugas kelompok itu.
“Kaki
ku sudah cukup lelah untuk berjalan.” Ucap Dilla
setengah merengek padaku.
“Baiklah
kita akan menumpangi kendaraan umum.” Jawabku.
Kami
pun segera menunggu di persimpangan tempat biasa kami menunggu kendaraan umum.
Dilla segera duduk menunggu di bawah pohon rindang dan langsung bersandar di
tubuh kokoh pohon beringin itu.aku duduk di sebelahnya sembari melihat kearah
jalan memastikan kami dapat langsung
cepat menemuka kendaraan umum itu.
Dari
arah tak jauh kami melihatsebuah kendaraan umum yang berjalan lambat dan mulai
menghampiri kami. Dengan segera Aku dan Dilla menaiki kendaraan yang sering
kita kenal dengan Oplet itu. Kami duduk bersebelahan dan sesekali membicarakan
tugas kelompok kami. Sesampainya diterminal kami berdua segera turun dan mecari
salah satu tempat perentalan komputer.
Tanpa
canggung kami berdua memasuki tempat perentalan itu, kami mencari tempat dan
segera mengerjakan tugas itu.
“Ini
ketik tugasnya!” Perintahku pada Dilla.
“Aku
tidak mau, lagi pula aku tidak bisa mengetik dengan sepuluh jari.”
“Aku
juga begitu, dan juga saat orang-orang mengetik dengan jari berlari aku dengan
jari merangkak.” Ucap ku.
“Ayo lah, apakah tidak cara
yang lebih mudah?” ucap Dilla
Dengan
baju seragam yang tanpa sengaja telah kukeluarkan, Aku berjalan menuju orang
yang telah kupastikan sebagai pemilik perentalan computer itu. Dengan
memberanikan diri aku mencoba bertanya.
“Bang,
bisa tolong ketikin naskah tugas kami berdua?” ucapku.
“Bisa
dek.”
Wajah
ku kini mulai merah merona karena perasaan senang yang terukir indah di dalam
benakku. Aku bergegas memanggil Dilla, dan menarik lengan baju nya. Dilla
melihat kearahku dan mengikuti langkah kakiku. Aku berdiri tepat di belakang
pegawai rental komputer itu.
Selang
beberapa jam akhirnya naskah tugas kami selesai juga. Aku melihat kearah Dilla
dan tersenyum kearahnya, Dilla pun turut tersenyum, kami berdua membereskan
pembayaran dan langsung ingin menuju kerumah. Karena hari sudah semakin sore,
jadi kami bergegas.
“Besok
jangan lupa membawa tugas ini.” Ucap
Dilla sembari menarik tas
punggungku di dalam perjalanan.
“Siap
sobat.” Jawabku tersenyum
Akhirnya
aku pun telah tiba dirumah dan segera istirahat. Untuk meniapkan hari esok.
***
Pagi
ini aku melangkah dengan pasti ke sekolah walaupun tidak bersama Dilla karena
dia di anatar oleh Ayahnya, tetapi aku sangat siap pergi sekolah. Dengan
seragam lengkap dan memakai baju hangat polos bewarna putih aku menuju sekolah.
Wajahku yang berseri-seri tak bisa kupungkuri lagi.
Setibanya
di sekolah aku langsung menghampiri Dilla dan memberikan naskah tugas kami
padanya. Jam pelajaran B. Indonesia pun di mulai. Aku agak tegang dan pucat,
tetapi terus tetap tenang. Aku dan Dilla berjalan ke depan kelas dan
mempresentasikan hasil kerja kami berdua.
Tubuhku
gemetar saat Dilla mulai menggerakkan bibirnya, aku mencoba tetap tenang dan
melihat kearah bawah. Dan sesekali
melihat kearah teman-teman ku. Hingga akhirnya Dilla selesai membacakan naskah
tugas kami berdua di depan kelas. Teman-teman dan guruku pun ikut memberikan
perhatian positif kepada kami berdua. Aku menuju tempat duduk ku ang berada
pada urutan nomor tiga di sebelah pojok dinding.
“Apakah
presentasi kita akan menghasilkan nilai yang bagus?” tanyaku pada Dilla.
“Sudah
tenang saja, kita kan sudah berusaha.” Tuntas Dilla .
Aku mengangguk iya pada Dilla.
Akhirnya
kami hampir sampai pada akhir jam pelajaran. Guruku telah siap untuk
memberitahukan nilai para siswa-siswi nya. Aku duduk terdiam dalam hati
tersirat rasa penasaran. Guruku mulai bangkit dari tempat duduknya, aku menelan
ludah dan terdiam.
“Jadi
hasil tertinggi pada presentasi tugas kali ini adalah Winda dan Dilla.” Ucap
guruku. Aku masih terdiam dan tidak berkata apa-apa. Hingga Dilla
mengerakkan tubuhku, dan aku langsung berteriak kegirangan. Dan kemudian tertawa puas dengan hasil yang telah ku
dapatkan bersama Dilla.
*SEKIAN*
No comments:
Post a Comment