Wednesday, 24 April 2013

Perasaan Yang Tertahan

“Kau sedang apa?” Ucap lelaki yang menarik bangku sebelah ku.
“Sedang melakukan sesuatu.” Ucap ku ketus meneruskan pandangan ke sebuah buku yang sedang ku coret, “Apa kau tidak ada pekerjaan lain selain memandangi ku? Itu sangat mengganggu ku.”
“Aku tidak memandangimu hanya melihat pekerjaanmu.” Jawabnya dengan diakhiri senyum kecil di akhir ucapan nya. Sontak hatiku berdesir. Seperti ada sesuatu yang mengalir di dada ku, sesuatu yang hangat, sesuatu yang membuatku menatap kedua bola matanya dalam. Apakah aku menyukai nya? Tidak.
Lelaki yang selalu menemani ku dan selalu memberikan senyumnya itu, sering kali membuat darahku berdesir. Dari cara dia memandang ku, atau pun hangat nafas nya yang membuat hatiku selalu melayang. Aku tak ingin memanggilnya seorang “Pria” itu terlalu gagah untuknya. Bagi ku dia hanyalah lelaki yang selalu mengganggu ku dan aku sangat menyukai hal itu. Lelaki yang selalu membuatku melengkungkan kebawah senyum ku setiap kali aku menolak ajakannya pulang bersama. Aku tau itu salah. Tapi aku hanya ingin menjauh.
“Mengapa kau melihat ku? Apakah ada yang salah denganku?” Tanyanya dengan melihat seluruh pakaiannya seolah ada yang salah.
“Sudahlah. Tak ada apa-apa. Emhh… Seny apa kau bisa menggambar?” Aku mengalihkan pandangan ke buku seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
“Tentu saja! Apa kau ingin ku ajarkan?” Ucapnya bersemangat. Memajukan wajahnya jauh lebih dekat dengan wajah ku. Wajah yang sangat tampan.
“Iya. Aku tunggu setelah pulang sekolah di perpustakaan. Jika terlambat, sebaiknya jangan harap aku akan menunggu.”
“Aku berjanji Acha.” Tuntas nya.
Aku tahu hal ini sangat bodoh. Aku harusnya mengatakan tidak padanya, tapi aku terlalu lemah untuk menolak. Aku tidak bisa menahan perasaan ku padanya. Aku sangat menyukai nya, itu hal yang sesungguhnya. Aku sudah tidak bias berbohong lagi. Aku ingin dia selalu bersamaku, memeluk ku, atau pun membuat ku tertawa di saat aku dengannya. Apakah mungkin dia mempunyai perasaan yang sama kepadaku?

***
Aku menunggunya di perpustakaan berharap dia akan menepati janjinya. Aku membuka buku, berusaha untuk membaca, namun yang ada hanya Seny di pikiran ku. Aku ingin melawan, tapi semakin aku melawan perasaan ku semakin dia tidak mau hilang dari benakku. Aku ingin berteriak agar dia segera pergi. Tapi aku sedang berada di perpustakaan, menyebalkan.
“Hay, apa aku terlambat?” Seseorang memecah lamunan ku. Orang itu adalah Seny. Seseorang yang sangat ingin kubuang dari hidupku.
“Tidak, cepat ajarkan aku!” Aku mengambil peralatan menggambar dari tas ku.
“Siap tuan putri” Dia tersenyum padaku, memperlihatkan gigi rapi nya, Membuat cekungan di kedua pipinya, Membuat bibir merah nya menyala, dan hal yang membuat ku begitu senang dia memanggil ku dengan sebutan Tuan Putri. Jantung ku berdetak cepat. Aku memperhatikannya yang sedang berceloteh kecil kepadaku. Dia sedang mengajarkan aku cara menggambar. Tapi tidak aku perduli kan, aku hanya melihat dia yang sangat serius saat mengajarkan ku. Aku ingin memegang tangannya. Tapi hal itu tidak mungkin.
Kenapa aku harus berada di keadaan pelik seperti ini. Mengapa aku harus menyukai seseorang yang sahabat ku juga mencintainya. Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Aku tidak ingin menyakiti Sahabatku, Seny, dan aku sendiri. Aku bingung, aku menyukai Seny. Tak ada daya ku. Aku membenci hal ini, sungguh.
Hari demi hari berlalu. Setiap hari setelah pulang sekolah selalu ada seseorang yang menunggu ku di perpustakaan. Seny selalu menunggu dengan senyum hangat dari bibirnya. Seolah aku adalah seorang Bidadari yang datang dengan membawa sejuta kebahagiaan untuknya. Aku berjalan pelan. Membalas senyum manis nya dan hal ini berlangsung setiap hari.
***
“Hay kau masih disini? Aku kira kau sudah pulang.” Ucap nya bahagia padaku.
“kau terlambat. Seharusnya aku tidak perlu menunggu mu disini!” Aku menatapnya kesal.
“Maaf. Tadi aku mengantarkan sahabatmu. Sonya.” Dia tersenyum. Aku melihat kertas yang menyembul dari saku baju seragam nya. Seperti sebuah gambar perempuan. Tapi aku tidak mau bertanya.
“aku ingin pulang. Disini hanya membuang waktuku.”
“Membuang waktumu? Jadi kau menunggu ku hanya untuk mengajarkanmu menggambar, bukan karena kau yang menunggu kehadiran ku?” tanyanya dengan penuh rasa bingung.
“Aku menunggu kehadiranmu.” Aku terdiam sejenak. Melihat sepucuk senyum manis dari bibirnya. “Menunggu kehadiranmu untuk mengajarkan ku menggambar.” Aku meninggalkannya di sana. Dia masih berdiri terdiam tak ada sepatah kata pun yang terlontar  dari mulutnya. Aku sedih ingin menangis. Tapi aku harus kuat, aku harus terlihat tidak terluka sedikit pun.
“Acha!” Seseorang memanggilku. Aku berhenti, memutarkan badan ku untuk melihat orang itu. Orang itu Seny, Seny berjalan kearah ku. Memberikan kertas yang dia ambil dari saku bajunya, kertas yang dari tadi telah ku perhatikan. “Ini untuk mu.” Dia mengulurkan tangannya, memberikan kertas itu padaku. Dan kemudian meninggalkanku.
Aku benar surat itu adalah sebuah gambar. Gambar seorang perempuan, perempuan itu adalah aku. Sungguh aku tidak percaya. Perhatian ku tertuju pada sebuah kalimat yang berbunyi
Aku menyukaimu. Aku harap kita bukan sekedar teman. Tapi lebih dari itu. Apa kau mau menjadi kekasihku?
Air mataku mengalir dengan sendirinya tanpa ku sadari. Aku tak kuasa menahan rasa itu. Aku sangat mencintainya tapi itu hanyalah sebuah hal bodoh. Aku menggenggam erat kertas yang diberikan Seny padaku. Aku berjanji akan menyimpan kertas itu dengan rapat, seperti aku menyimpan perasaan ku padanya. Aku ingin melupakan semua hal ini. Semua perasaan ku padanya. Jika bias berlangsung dengan mudah.
Kini aku dan Seny sudah tak lagi berada di perpustakaan setelah pulang sekolah. Kami semakin jauh. Tak ada lagi sapaan darinya pada ku. Tapi aku tak pernah berhenti untuk menunggunya di perpustakaan. Berharap dia akan datang suatu saat untuk mengajarkan ku cara menggambar. Tapi itu hanya pekerjaan bodoh. Dia tidak akan pernah datang. Tidak lagi.



No comments:

Post a Comment