“Kau sedang
apa?” Ucap lelaki yang menarik bangku sebelah ku.
“Sedang
melakukan sesuatu.” Ucap ku ketus meneruskan pandangan ke sebuah buku yang sedang ku
coret, “Apa kau tidak ada pekerjaan lain selain memandangi ku? Itu sangat
mengganggu ku.”
“Aku tidak
memandangimu hanya melihat pekerjaanmu.” Jawabnya dengan diakhiri senyum kecil
di akhir ucapan nya. Sontak hatiku berdesir. Seperti ada sesuatu yang mengalir
di dada ku, sesuatu yang hangat, sesuatu yang membuatku menatap kedua bola matanya
dalam. Apakah aku menyukai nya? Tidak.
Lelaki yang
selalu menemani ku dan selalu memberikan senyumnya itu, sering kali membuat
darahku berdesir. Dari cara dia memandang ku, atau pun hangat nafas nya yang
membuat hatiku selalu melayang. Aku tak ingin memanggilnya seorang “Pria” itu
terlalu gagah untuknya. Bagi ku dia hanyalah lelaki yang selalu mengganggu ku
dan aku sangat menyukai hal itu. Lelaki yang selalu membuatku melengkungkan
kebawah senyum ku setiap kali aku menolak ajakannya pulang bersama. Aku tau itu
salah. Tapi aku hanya ingin menjauh.
“Mengapa kau
melihat ku? Apakah ada yang salah denganku?” Tanyanya dengan melihat seluruh
pakaiannya seolah ada yang salah.
“Sudahlah. Tak
ada apa-apa. Emhh… Seny apa kau bisa menggambar?” Aku mengalihkan pandangan ke
buku seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
“Tentu saja!
Apa kau ingin ku ajarkan?” Ucapnya bersemangat. Memajukan wajahnya jauh lebih
dekat dengan wajah ku. Wajah yang sangat tampan.
“Iya. Aku
tunggu setelah pulang sekolah di perpustakaan. Jika terlambat, sebaiknya jangan
harap aku akan menunggu.”
“Aku berjanji Acha.”
Tuntas nya.
Aku tahu hal
ini sangat bodoh. Aku harusnya mengatakan tidak padanya, tapi aku terlalu lemah
untuk menolak. Aku tidak bisa menahan perasaan ku padanya. Aku sangat
menyukai nya, itu hal yang sesungguhnya. Aku sudah tidak bias berbohong lagi. Aku
ingin dia selalu bersamaku, memeluk ku, atau pun membuat ku tertawa di saat aku
dengannya. Apakah mungkin dia mempunyai perasaan yang sama kepadaku?
***
Aku menunggunya
di perpustakaan berharap dia akan menepati janjinya. Aku membuka buku, berusaha
untuk membaca, namun yang ada hanya Seny di pikiran ku. Aku ingin melawan, tapi
semakin aku melawan perasaan ku semakin dia tidak mau hilang dari benakku. Aku
ingin berteriak agar dia segera pergi. Tapi aku sedang berada di perpustakaan,
menyebalkan.
“Hay, apa aku
terlambat?” Seseorang memecah lamunan ku. Orang itu adalah Seny. Seseorang yang
sangat ingin kubuang dari hidupku.
“Tidak, cepat
ajarkan aku!” Aku mengambil peralatan menggambar dari tas ku.
“Siap tuan putri”
Dia tersenyum padaku, memperlihatkan gigi rapi nya, Membuat cekungan di kedua pipinya,
Membuat bibir merah nya menyala, dan hal yang membuat ku begitu senang dia
memanggil ku dengan sebutan Tuan Putri. Jantung ku berdetak cepat. Aku memperhatikannya
yang sedang berceloteh kecil kepadaku. Dia sedang mengajarkan aku cara
menggambar. Tapi tidak aku perduli kan, aku hanya melihat dia yang sangat serius
saat mengajarkan ku. Aku ingin memegang tangannya. Tapi hal itu tidak mungkin.
Kenapa aku
harus berada di keadaan pelik seperti ini. Mengapa aku harus menyukai seseorang
yang sahabat ku juga mencintainya. Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Aku
tidak ingin menyakiti Sahabatku, Seny, dan aku sendiri. Aku bingung, aku
menyukai Seny. Tak ada daya ku. Aku membenci hal ini, sungguh.
Hari demi hari
berlalu. Setiap hari setelah pulang sekolah selalu ada seseorang yang
menunggu ku di perpustakaan. Seny selalu menunggu dengan senyum hangat dari
bibirnya. Seolah aku adalah seorang Bidadari yang datang dengan membawa sejuta
kebahagiaan untuknya. Aku berjalan pelan. Membalas senyum manis nya dan hal ini
berlangsung setiap hari.
***
“Hay kau masih
disini? Aku kira kau sudah pulang.” Ucap nya bahagia padaku.
“kau terlambat.
Seharusnya aku tidak perlu menunggu mu disini!” Aku menatapnya kesal.
“Maaf. Tadi aku
mengantarkan sahabatmu. Sonya.” Dia tersenyum. Aku melihat kertas yang
menyembul dari saku baju seragam nya. Seperti sebuah gambar perempuan. Tapi aku
tidak mau bertanya.
“aku ingin
pulang. Disini hanya membuang waktuku.”
“Membuang
waktumu? Jadi kau menunggu ku hanya untuk mengajarkanmu menggambar, bukan karena
kau yang menunggu kehadiran ku?” tanyanya dengan penuh rasa bingung.
“Aku menunggu
kehadiranmu.” Aku terdiam sejenak. Melihat sepucuk senyum manis dari bibirnya. “Menunggu
kehadiranmu untuk mengajarkan ku menggambar.” Aku meninggalkannya di sana. Dia masih
berdiri terdiam tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya. Aku sedih ingin menangis. Tapi
aku harus kuat, aku harus terlihat tidak terluka sedikit pun.
“Acha!”
Seseorang memanggilku. Aku berhenti, memutarkan badan ku untuk melihat orang
itu. Orang itu Seny, Seny berjalan kearah ku. Memberikan kertas yang dia ambil
dari saku bajunya, kertas yang dari tadi telah ku perhatikan. “Ini untuk mu.” Dia
mengulurkan tangannya, memberikan kertas itu padaku. Dan kemudian
meninggalkanku.
Aku benar surat
itu adalah sebuah gambar. Gambar seorang perempuan, perempuan itu adalah aku. Sungguh
aku tidak percaya. Perhatian ku tertuju pada sebuah kalimat yang berbunyi
Aku menyukaimu. Aku harap kita bukan sekedar
teman. Tapi lebih dari itu. Apa kau mau menjadi kekasihku?
Air mataku
mengalir dengan sendirinya tanpa ku sadari. Aku tak kuasa menahan rasa itu. Aku
sangat mencintainya tapi itu hanyalah sebuah hal bodoh. Aku menggenggam erat
kertas yang diberikan Seny padaku. Aku berjanji akan menyimpan kertas itu
dengan rapat, seperti aku menyimpan perasaan ku padanya. Aku ingin melupakan
semua hal ini. Semua perasaan ku padanya. Jika bias berlangsung dengan mudah.
Kini aku dan
Seny sudah tak lagi berada di perpustakaan setelah pulang sekolah. Kami semakin
jauh. Tak ada lagi sapaan darinya pada ku. Tapi aku tak pernah berhenti untuk
menunggunya di perpustakaan. Berharap dia akan datang suatu saat untuk
mengajarkan ku cara menggambar. Tapi itu hanya pekerjaan bodoh. Dia tidak akan
pernah datang. Tidak lagi.
No comments:
Post a Comment