Terkadang orang-orang menjadi aneh. Ingin mengambil keuntungan. Iya. Itu
salah satu alasan. Tapi, terkadang orang-orang hanya ingin membuat
kehancuran. Kami semua hampir terpecah belah. Kami semua hampir menjadi
musuh. Tapi, Tuhan selalu menolong orang yang benar.
Entah kenapa pada 20 September 2013 pukul 10.45 wib hatiku terdorong
untuk menjelaskan salah satu hal. Dan ternyata tak dapat dibayangkan.
Semuanya sudah terkuak. Yang kalian ucapkan hanya omong kosong! Kami
semua kecewa. Ada ya orang bermuka dua seperti kalian. Ini bukan lagi
zaman VOC yang mengadu domba semua pihak. Kami memang diam! Tapi kami
tidak sebodoh yang kalian pikirkan. Kami tahu bahkan telah benar-benar
tahu apa yang kalian lakukan sekarang.
Aku benar-benar heran. Di dunia yang sudah se-modern ini, masih ada
orang seperti kalian. Yang bisa dikatakan orang yang hampir tidak
memiliki teman. Di mana muka kalian? Apa kalian tidak malu?
Karena kalian kami saling membenci. Maksudku hampir benar-benar
membenci. Tapi, berkat kalian pula kami mengetahui semuanya. Kebusukan
kalian!
Senin adalah sidang pembalasan. Kami ingin kebenaran dati ucapan kalian. Kenyataan yang benar-benar nyata bukan hanya bualan.
Tercatat:
20 September 2013 17:56 WIB
Friday, 20 September 2013
Sunday, 16 June 2013
Terlambat Sekolah
Jambi, 30 Mei 2013
Pagi itu suasana masih sepi. Embun pun masih bersembunyi di balik
dedaunan. Dingin masih menyergap dalam diam. Namun, berbeda keadaan dengan
rumahku. Di rumahku ramai, heboh, dan tak karuan. Ibu ku yang mengomel, ayah ku
yang sibuk memanaskan motor tua nya, kaka ku yang tidur Malayak1 (telentang tak beraturan), atau abang ku dan
istrinya yang sibuk beli donat untuk anak tersayang nya Echa. Walaupun Echa
hanya sanggup memakan sebuah donat tiap pagi, tetapi abangku selalu membeli
delapan donat. Tidak cukup untuk Echa katanya. Alibi!
“Winda… Bangun, sudah pagi. Sekolah ga?” Ucap Ayah ku. Aku
tersentak kaget. Aku yang masih setengah sadar hanya melambaikan telapak
tanganku.
“Bapak tinggali kamu nanti. Jalan kaki lah kamu sekolah!” ayah ku
pergi meninggalkan aku yang masih tidur di sebelah kakakku. Maklum rumah kami
memang cukup kecil untuk seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) golongan 3A seperti
ayahku. Rumahku hanya memiliki dua buah kamar, satu ruang tamu, satu dapur, dan
satu kamar mandi. Menyebalkan memang, untuk berbicara pun kau tak usah teriak.
Berbisik pun akan terdengar ke seluruh penjuru rumah.
Aku yang masih bermalas-malasan kini sudah beranjak dari tempat
tidur. Masih duduk, belum berdiri. Namun, aku mengambil handphone ku.
Memicing kan sebelah mataku, dan mengamati lekat-lekat layar ponsel ku.
Ternyata sudah pukul setengah tujuh pagi. TIDAAAKKKKK!!!!!!
Aku berlari menuju kamar mandi. Mengalungkan handukku dan
tiba-tiba…
“Win, cepat. Mamak sak cirik2.” Teriak Ibu ku.
“Aku baru masuk. Bentar lagi. Terlambat aku nanti.”
“Dak tertahan nah. Cepattttt.”
Aku langsung berlari ke luar dengan memakai handuk. Mennggalkan
ibu ku yang sudah sedari tadi menahan feses3 nya yang sudah
tidak bisa tertahan. Aku buru-buru memakai baju. Menyiapkan semuanya agar aku
tidak terlambat. Aku berjalan keluar menutup pintu kamarku rapat-rapat. Dan
meninggalkan kakakku yang masih tertidur.
Aku menatap jam. Lega sudah pikirku, langsung pergi dan tidak akan
terlambat. Karena waktu masih menunjukkan pukul 06.50 pagi.
“Ayo, pa berangkat.” Ajak ku pada ayah ku. Dan ternyata dia belum
bersiap sedikitpun. Masih duduk bersama keponakan ku.
“ayolah pa. terlambat nah.” Kata ku.
“tadi ga mau bangun. Lama banget sih.” Aku hanya terduduk
memperhatikan waktu yang terus bergulir. Makin lama makin menuju pukul tujuh
pagi. Dan sudah pukul setengah delapan. Aku ingin sekali menanis rasanya.
Ayahku sudah siap. Saatnya aku berangkat.
Sesampainya di sekolah…
Aku terlambat.
Malayak : Tidur
telentang tak beraturan
Sak Cirik
: Buang air besar
Feses : Kotoran Manusia
Friday, 26 April 2013
Sahabat ku
Sahabat ku
Kau masih dalam bisu mu
Tak bernada dan kaku
Memperlihatkan senyum palsu
Jauh hingga menumpuk jenuh ku
Kau masih dalam kepalsuan
Menatap hidup seolah tanpa beban
Padahal, Kau tertekan oleh perasaan
Perasaan yang terus kau tahan
Kau seolah tak tahu
Siapa yang akan memberikan bahu
Bahu untuk kau lepas segala bebanmu
Jangan lagi kau ragu
Karena aku akan disini untukmu
Bantu lepas segala bebanmu
Karena aku sahabat mu
Sahabat yang takkan jenuh mendengar cerita mu
Wednesday, 24 April 2013
Perasaan Yang Tertahan
“Kau sedang
apa?” Ucap lelaki yang menarik bangku sebelah ku.
“Sedang
melakukan sesuatu.” Ucap ku ketus meneruskan pandangan ke sebuah buku yang sedang ku
coret, “Apa kau tidak ada pekerjaan lain selain memandangi ku? Itu sangat
mengganggu ku.”
“Aku tidak
memandangimu hanya melihat pekerjaanmu.” Jawabnya dengan diakhiri senyum kecil
di akhir ucapan nya. Sontak hatiku berdesir. Seperti ada sesuatu yang mengalir
di dada ku, sesuatu yang hangat, sesuatu yang membuatku menatap kedua bola matanya
dalam. Apakah aku menyukai nya? Tidak.
Lelaki yang
selalu menemani ku dan selalu memberikan senyumnya itu, sering kali membuat
darahku berdesir. Dari cara dia memandang ku, atau pun hangat nafas nya yang
membuat hatiku selalu melayang. Aku tak ingin memanggilnya seorang “Pria” itu
terlalu gagah untuknya. Bagi ku dia hanyalah lelaki yang selalu mengganggu ku
dan aku sangat menyukai hal itu. Lelaki yang selalu membuatku melengkungkan
kebawah senyum ku setiap kali aku menolak ajakannya pulang bersama. Aku tau itu
salah. Tapi aku hanya ingin menjauh.
“Mengapa kau
melihat ku? Apakah ada yang salah denganku?” Tanyanya dengan melihat seluruh
pakaiannya seolah ada yang salah.
“Sudahlah. Tak
ada apa-apa. Emhh… Seny apa kau bisa menggambar?” Aku mengalihkan pandangan ke
buku seolah tidak ada sesuatu yang terjadi.
“Tentu saja!
Apa kau ingin ku ajarkan?” Ucapnya bersemangat. Memajukan wajahnya jauh lebih
dekat dengan wajah ku. Wajah yang sangat tampan.
“Iya. Aku
tunggu setelah pulang sekolah di perpustakaan. Jika terlambat, sebaiknya jangan
harap aku akan menunggu.”
“Aku berjanji Acha.”
Tuntas nya.
Aku tahu hal
ini sangat bodoh. Aku harusnya mengatakan tidak padanya, tapi aku terlalu lemah
untuk menolak. Aku tidak bisa menahan perasaan ku padanya. Aku sangat
menyukai nya, itu hal yang sesungguhnya. Aku sudah tidak bias berbohong lagi. Aku
ingin dia selalu bersamaku, memeluk ku, atau pun membuat ku tertawa di saat aku
dengannya. Apakah mungkin dia mempunyai perasaan yang sama kepadaku?
***
Aku menunggunya
di perpustakaan berharap dia akan menepati janjinya. Aku membuka buku, berusaha
untuk membaca, namun yang ada hanya Seny di pikiran ku. Aku ingin melawan, tapi
semakin aku melawan perasaan ku semakin dia tidak mau hilang dari benakku. Aku
ingin berteriak agar dia segera pergi. Tapi aku sedang berada di perpustakaan,
menyebalkan.
“Hay, apa aku
terlambat?” Seseorang memecah lamunan ku. Orang itu adalah Seny. Seseorang yang
sangat ingin kubuang dari hidupku.
“Tidak, cepat
ajarkan aku!” Aku mengambil peralatan menggambar dari tas ku.
“Siap tuan putri”
Dia tersenyum padaku, memperlihatkan gigi rapi nya, Membuat cekungan di kedua pipinya,
Membuat bibir merah nya menyala, dan hal yang membuat ku begitu senang dia
memanggil ku dengan sebutan Tuan Putri. Jantung ku berdetak cepat. Aku memperhatikannya
yang sedang berceloteh kecil kepadaku. Dia sedang mengajarkan aku cara
menggambar. Tapi tidak aku perduli kan, aku hanya melihat dia yang sangat serius
saat mengajarkan ku. Aku ingin memegang tangannya. Tapi hal itu tidak mungkin.
Kenapa aku
harus berada di keadaan pelik seperti ini. Mengapa aku harus menyukai seseorang
yang sahabat ku juga mencintainya. Aku tidak ingin menyakiti siapapun. Aku
tidak ingin menyakiti Sahabatku, Seny, dan aku sendiri. Aku bingung, aku
menyukai Seny. Tak ada daya ku. Aku membenci hal ini, sungguh.
Hari demi hari
berlalu. Setiap hari setelah pulang sekolah selalu ada seseorang yang
menunggu ku di perpustakaan. Seny selalu menunggu dengan senyum hangat dari
bibirnya. Seolah aku adalah seorang Bidadari yang datang dengan membawa sejuta
kebahagiaan untuknya. Aku berjalan pelan. Membalas senyum manis nya dan hal ini
berlangsung setiap hari.
***
“Hay kau masih
disini? Aku kira kau sudah pulang.” Ucap nya bahagia padaku.
“kau terlambat.
Seharusnya aku tidak perlu menunggu mu disini!” Aku menatapnya kesal.
“Maaf. Tadi aku
mengantarkan sahabatmu. Sonya.” Dia tersenyum. Aku melihat kertas yang
menyembul dari saku baju seragam nya. Seperti sebuah gambar perempuan. Tapi aku
tidak mau bertanya.
“aku ingin
pulang. Disini hanya membuang waktuku.”
“Membuang
waktumu? Jadi kau menunggu ku hanya untuk mengajarkanmu menggambar, bukan karena
kau yang menunggu kehadiran ku?” tanyanya dengan penuh rasa bingung.
“Aku menunggu
kehadiranmu.” Aku terdiam sejenak. Melihat sepucuk senyum manis dari bibirnya. “Menunggu
kehadiranmu untuk mengajarkan ku menggambar.” Aku meninggalkannya di sana. Dia masih
berdiri terdiam tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulutnya. Aku sedih ingin menangis. Tapi
aku harus kuat, aku harus terlihat tidak terluka sedikit pun.
“Acha!”
Seseorang memanggilku. Aku berhenti, memutarkan badan ku untuk melihat orang
itu. Orang itu Seny, Seny berjalan kearah ku. Memberikan kertas yang dia ambil
dari saku bajunya, kertas yang dari tadi telah ku perhatikan. “Ini untuk mu.” Dia
mengulurkan tangannya, memberikan kertas itu padaku. Dan kemudian
meninggalkanku.
Aku benar surat
itu adalah sebuah gambar. Gambar seorang perempuan, perempuan itu adalah aku. Sungguh
aku tidak percaya. Perhatian ku tertuju pada sebuah kalimat yang berbunyi
Aku menyukaimu. Aku harap kita bukan sekedar
teman. Tapi lebih dari itu. Apa kau mau menjadi kekasihku?
Air mataku
mengalir dengan sendirinya tanpa ku sadari. Aku tak kuasa menahan rasa itu. Aku
sangat mencintainya tapi itu hanyalah sebuah hal bodoh. Aku menggenggam erat
kertas yang diberikan Seny padaku. Aku berjanji akan menyimpan kertas itu
dengan rapat, seperti aku menyimpan perasaan ku padanya. Aku ingin melupakan
semua hal ini. Semua perasaan ku padanya. Jika bias berlangsung dengan mudah.
Kini aku dan
Seny sudah tak lagi berada di perpustakaan setelah pulang sekolah. Kami semakin
jauh. Tak ada lagi sapaan darinya pada ku. Tapi aku tak pernah berhenti untuk
menunggunya di perpustakaan. Berharap dia akan datang suatu saat untuk
mengajarkan ku cara menggambar. Tapi itu hanya pekerjaan bodoh. Dia tidak akan
pernah datang. Tidak lagi.
Monday, 22 April 2013
Jangan Pergi
Jangan Pergi
Jangan pergi
Untuk kesekian kalinya
Jangan pergi
Tak tahu sampai kapan
Ku kan menahan
Rindu yang sudah mendalam
Kau ingin hujatan air mataku?
Kau ingin melihat lukaku?
Kau tahu tak sedetikpun aku menahanmu
Namun, apa kau tak rasa lukaku?
Apa kau tahu dalamnya cintaku?
Jangan pergi
Untuk kesekian kalinya
Jangan pergi
Jangan pergi
Untuk kesekian kalinya
Jangan pergi
Tak tahu sampai kapan
Ku kan menahan
Rindu yang sudah mendalam
Kau ingin hujatan air mataku?
Kau ingin melihat lukaku?
Kau tahu tak sedetikpun aku menahanmu
Namun, apa kau tak rasa lukaku?
Apa kau tahu dalamnya cintaku?
Jangan pergi
Untuk kesekian kalinya
Jangan pergi
Aku mohon...
Tuesday, 9 April 2013
Penyanyi Yang Baik
Banyak orang berkata "Aku tidak bisa bernyanyi!" dan sebenarnya aku pun mempunyai pemikiran yang sama. Tapi seseorang pernah berkata padaku "Penyanyi yang baik bukan dia yang memiliki suara yang indah. Tapi adalah dia yang mampu menyampaikan pesan lagu itu tulus dari hatinya." dan setelah sekian lama aku sadari. Itu semua benar. Banyak sekali orang yang memiliki suara yang indah, tetapi menjadi biasa saja karena dia bernyanyi tidak tulus dari hatinya.
Dia yang membuka wawasan ku, dia yang memberi tahu ku tentang pertanyaan yang selalu menggeliat dalam otak ku, dia adalah teman ku. Orang yang paling ku sayangi di dunia ini. Dan bernyanyi...
Bernyanyi merupakan suatu kegiatan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu berpikir "Suara ku tidak cukup bagus untuk ku pamerkan ke khalayak ramai." Tapi dia yang mengatakan padaku bahwa "Suara itu adalah anugerah Tuhan dan setiap orang mempunyai suara yang berbeda dan indah, tergantung dari seseorang itu yang mengolah suara mereka." perkataan nya benar, hanya saja butuh waktu yang cukup lama untuk ku mengolah suaraku. Dan terkadang hal itu kembali membuat diriku untuk mengurung kan niat ku. Aku tidak akan bernyanyi.
Dan pada akhirnya, seorang guru di sekolahku memaksa ku untuk bernyanyi. Tapi, aku tidak ingin melakukan itu semua. Dan aku kembali mengingat perkataan nya "Penyanyi yang baik bukan dia yang memiliki suara yang indah. Tapi adalah dia yang mampu menyampaikan pesan lagu itu tulus dari hatinya.". Akhirnya aku menerima tawaran guru ku itu. Seperti yang kita ketahui, bernyanyi tulus dari hati bukanlah suatu pekerjaan mudah. Sungguh-sungguh itulah kuncinya. Aku membutuhkan waktu yang cukup lama untuk itu semua. Dan tahukah ketika aku selesai bernyanyi suara tepuk tangan meriah mengiringi ku. Luar biasa perasaan hati ku saat itu.
Dan aku akan selalu mengingat perkataannya "Penyanyi yang baik bukan dia yang memiliki suara yang indah. Tapi adalah dia yang mampu menyampaikan pesan lagu itu tulus dari hatinya." aku sungguh bahagia bisa mengenal dirinnya.
Untuk kalian yang ingin menjadi Penyanyi dan tidak memiliki suara yang cukup indah. Jangan berkecil hati. Karena jawaban dari itu semua hanya satu. Bernyanyilah kamu tulus dari hati dan bersungguh-sungguh. Selalu ingat perkataan Agnes Monica " Dream, Believe, and Make It Happen" serta ucapan Justin Bieber "Never Say Never!"
Kalian yang menentukan hidup kalian masing-masing. Never Give Up!
Saturday, 6 April 2013
Kenapa Harus Aku?
Aku hanya duduk diam disitu. Tak ada yang ku lakukan. Melihat layar datar itu terus memperhatikan jauh lebih dalam. Namun, ketika dia terjatuh tanpa ada yang menganggu. Kenapa harus aku? Kenapa bukan dia? Dia yang menjadi kambing hitam semua hal ini. Kenapa harus aku yang menjadi lebam. Aku yang menjadi tersangka utama. Aku yang harus mengalami makian dai seluruh orang dirumah. Kenapa harus aku yang menanggung ini semua?
Kenapa hidup ku sangat tidak adil. Aku yang dilempar dengan benda keras. Aku yang harus rela mengeluarkan air mataku setiap hari karena hal-hal yang sama sekali tidak ku ketahui. Aku bosan Tuhan. Harus kah aku menunggu selama ini? Kapan waktu ku tiba? Aku lelah harus hidup tanpa kasih sayang. Aku yang selalu menjadi sasaran amarah.
Aku yang harus membela diri ku sendiri. Aku yang harus selalu bersembunyi di bawah tetesan air mata ku. Kapan aku bisa pergi? Aku ingin sendiri. Aku tidak kondisi ini membuat semua impian ku hancur. Kenapa aku harus memikul beban ini. Kenapa harus aku?
Aku ingin hidup didunia yang nyaman, penuh kasih sayang, penuh kebahagiaan. Tapi, tidak pernah sesuai yang aku harapkan. Semua orang menghukum ku karena kesalahan yang tak pernah ku perbuat. Aku ingin pergi. Aku ingin hidup di dunia ku sendiri. Dunia yang penuh kebahagiaan. Tapi aku selalu ingat. Aku hanya sendiri. Tak ada teman untuk kucurahkan rasa kesal dihati ini. Tak ada satu orang pun yang akan membantuku.
Aku sudah tidak kuat menyembunyikan air mata di balik senyum palsu ini. Berkata tidak apa-apa. Padahal 1000 masalah bersembunyi didalam relung hatiku. Diam dan mereka tidak pernah mau keluar. Aku hanya butuh seseorang yang membela ku apakah orang itu adalah Ayah, Ibu, atau kedua Kakak ku. Tapi hal itu hanya sebatas angan. Justru mereka yang semakin memperburuk kondisi ku. Mereka yang selalu menghujam ku dengan kata kasar. Mereka yang selalu memberiku pukulan kuat. Mungkin kali ini hanya lengan dan kaki ku yang lebam. Namun esok?
Aku lelah berada di rumah yang seperti ini. Rumah yang seharusnya menjadi tepat ku berteduh, rumah yang seharusnya memberikan ku kehangatan. Tapi disini, dirumah ini. Tak ada sedikitpun rasa itu. Rasa nyaman itu tidak pernah ada. Aku ingin pergi dari tempat ini. Ke tempat yang lebih baik. Ke tempat yang banyak terdapat kehangatan. Sekalipun harus segera ke surga. Aku tak apa. Setidaknya aku langsung bisa senang.
Kenapa harus aku Tuhan? Kenapa harus aku yang mengalami ini semua? Apakah dengan biaya sekolahku itu sudah menjadi suatu alasan kenapa aku harus mengalami ini semua? Aku bisa mencari biaya sekolahku sendiri. Aku sudah melakukannya.
Aku ingin tersenyum. Tapi adakah orang yang bisa membuatku tersenyum? Masih adakah kebahagiaan dalam diriku? Entahlah. Aku hanya akan menunggu sampai waktu ku tiba. Dan itulah saat yang paling membahagiakan dalam hidupku. Tanpa ada lagi pertanyaan "Kenapa Harus Aku?"
Friday, 5 April 2013
Gadis Tanpa Nama
Kamis, 05 April 2013
Pagi ini aku masih merasakan hal yang biasa. Tidak ada sesuatu yang aneh fikir ku. Pergi ke sekolah, blejar, lalu pulang. Tapi pada hari ini terjadi sesuatu yang aneh. Tanganku gemetar ketika aku sedang berjalan menuju koridor sekolah. Kaki ku tidak lagi merasakan apa-apa ketika aku melangkah. Aku terdiam. Dari kejauhan aku melihat seorang gadis yang diam berdiri di sudut kelas. Aku coba mendekat, tapi sesuatu coba menghentikan ku entah apa itu.
Aku diam dan berfikir. Entah apa yang aku pikirkan. Tapi yang aku rasakan adalah rasa takut yang semakin meraba emosi ku. Rasa takut yang semakin bergabung dengan jiwaku. Ketika semua tenang terdengar suara yang membayangi ku dari belakang.
"Hey, Kau tak apa? sepertinya kau sedang sakit?" tanyanya padaku.
Aku terdiam dan masih terus memandangi gadis itu. "Kau melihatnya?"
"Siapa yang kau maksud?"
"Dia gadis itu?" ucap ku menegaskan padanya, bahwa ada seorang gadis didalam kelas ku saat itu.
Dia mengerutkan dahinya. "Entahlah aku tak melihat siapapun." Ucap Kevin menjelaskan padaku. Kevin adalah teman baikku. Kami berteman sejak kecil hingga kini. Di usia kami yang sama-sama 16 tahun. Aku fikir dia menyukaiku. Tapi entahlah, sikapnya yang selalu berubah-ubah padaku tidak bisa membuatku menafsirkan bahwa dia menyukaiku atau tidak.
Aku meninggalkan kelas itu. Berusaha percaya bahwa tidak apa-apa disana. Namun, seperti ada rasa yang kuabaikan. Adalah rasa yang ingin terus ku cari tahu. Rasa heran dan tidak percaya. Kevin memegang tanganku berusaha terus meyakinkan. Tapi yang kurasakan hanyalah bahwa ada sesuatu yang tak beres disini.
Bel pertama berbunyi menandakan bahwa tak boleh ada satu orang pun yang berkeliaran diluar kelas. Tempat duduk ku yang berada tepat di urut kedua disamping jendela membuat mataku dengan lepas memandang kearah lapangan sekolah. Namun ada sesuatu yang janggal di mata ku. Gadis itu! Dia duduk tepat dibawah pohon beringin tua yang berada di halaman parkiran sekolah ku.
Pandanganku tak lepas dari gadis itu. Aku ingin terus mengamatinya dan menatap tajam matanya jika aku bisa.
"Shania! Apa yang sedang kau perhatikan diluar sana?" tanya guru bidang studi English ku.
"Emhhh... Tidak apa-apa Miss Kina." jawabku takut.
"Sekali lagi kamu melihat kearah luar. Maka kamu tidak akan saya izinkan mengikuti pelajaran saya di dalam kelas. Melainkan di luar kelas. Jelas!" tegas Miss Kina padaku. Kevin memegang tanganku dan kemudian tersenyum padaku. Entah apa yang aku rasakan tapi aku sangat bahagia. Seperti sedang di tiup angin lembut rasanya. Aku memalingkan wajah ku dari Kevin. Dan kemudian langsung memerhatikan pelajaran Miss Kina lagi.
Pelajaran Miss Kina telah usai, kini aku bisa melihat gadis itu lagi pikirku. Tapi tak semudah itu. Kevin yang merupakan teman sebangku ku terus menghujam ku dengan pertanyaan yang tidak bisa membuat ku konsentrasi memperhatikan gadis itu.
"Dari tadi kamu melihat kearah luar jendela terus. Memang ada apa disana?" tanya Kevin yang ikut memperhatikan ke arah luar Jendela.
"Gadis yang duduk dibawah pohon beringin itu." tegas ku pada Kevin agar dia juga ikut membantu dengan pertanyaan yang ada di otak ku dan tak bisa ku jawab sejak tadi.
"Aku tidak bisa melihatnya." tuntas Kevin.
"Ayo kita keluar dan nanti kita akan melihat gadis itu bersama-sama. Kamu mau?" ajak ku.
"Iya, aku mau." jawab Kevin bersemangat.
Kami berdua pun langsung menuju Pohon Beringin itu. Namun tidak seperti yang kuperkirakan. Gadis itu telah menghilang. Entah kemana dia pergi dengan durasi waktu secepat itu. Tidak ada satu orang pun di sana. Hanya sebuah gelang berwarna merah dengan motif bunga warna keemasan yang ada disana. Aku mengambil gelang itu dan akan kujadikan barang bukti esok disekolah.
Kevin yang sejak tadi sudah tidak berada di dekatku. Kini dia sedang berada di lobby sekolah.
"Apa lagi yang kau cari? tidak ada seorang pun disana. Ayo cepat masuk kelas." Teriak nya dari kejauhan padaku. Aku segera berlari ke arahnya.
"Kau tak apa? Tidak ada orang lain disana. Kau sedang sakit, tunggu sebentar lagi setelah sekolah usai. Aku akan mengantar mu." ucap Kevin padaku. Tapi dia sama sekali tidak memercayai ku. Dia menganggap ku sedang berbual atau sedang sakit. Aku melihat ke arahnya. Menunggu kalimat bahwa dia mempercayai ku. Tapi kalimat itu tak kunjung keluar. Dia sama sekali tidak mempercayai ku . Dan itu membuatku sangat kesal.
To Be Continued...
Subscribe to:
Posts (Atom)